Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sampai sekarang masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu/batang/pepohonan besar/gelondongan yang disebut oleh masyarakat sekitar jalur. Upacara adat khas daerah Kuansing ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 23—26 Agustus. Panjang perahu/jalur yang digunakan dalam lomba ini berkisar antara 25—40 meter dengan jumlah atlet 40—60 orang tiap perahu. festival ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan beribu-ribu atlet dayung, serta dikunjungi oleh ratusan ribu penonton baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Asal Usul dan Perkembangan
Kuantan Singingi adalah sebuah daerah yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Riau. Daerahnya banyak memiliki sungai. Kondisi geografis yang demikian, pada gilirannya membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan jalur1 sebagai alat transportasi Kemudian, muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya. Selain itu, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri). Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu. Perkembangan selanjutnya (kurang lebih 100 tahun kemudian), jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi dan simbol status sosial seseorang, tetapi diadu kecepatannya melalui sebuah lomba. Dan, lomba itu oleh masyarakat stempat disebut sebagai “pacu jalur”.
Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau Tahun Baru 1 Muharam. Ketika itu setiap perlombaan tidak selalu diikuti dengan pemberian hadiah. Artinya, ada kampung yang menyediakan hadiah dan ada yang tidak menyediakannya. Lomba yang tidak menyediakan hadiah diakhiri dengan acara makan bersama. Adapun jenis makanannya adalah makanan tradisional setempat, seperti: konji, godok, lopek, paniaram, lida kambing, dll. Sedangkan, lomba yang berhadiah. Juara I memperoleh ukuran yang besar/banyak dan juara IV memperoleh ukuran yang kecil(smakin rendah turun peringkatnya smakin rendah/sedikit pula hadiahnya). Hadiah dapat berupa hewan ternak (sapi, kerbau, atau kambing).
Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan pacu jalur dalam merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. tradisi pacu jalur sempat terhenti di zaman Jepang. Namun, pada masa kemerdekaan pacu jalur diadakan kembali secara rutin untuk memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia (17- Agustusan).
Pacu jalur hanya dilakukan oleh para laki-laki yang berusia antara 15--40 tahun secara beregu. Setiap regu jumlah anggotanya antara 40--60 orang (bergantung dari ukuran jalur). Anggota sebuah jalur disebut anak pacu, terdiri atas: tukang kayuah, tukang palopah yg ada di tengah/badan jalur(komandan, pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru kemudi), tukang onjai (pemberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badan) dan tukang tari/luan yang membantu tukang onjai memberi tekanan yang seimbang agar jalur berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama. Selain pemain, dalam lomba pacu jalur juga ada wasit dan juri yang bertugas mengawasi jalannya perlombaan dan menetapkan pemenang.
Tempat Permainan
Pacu jalur dilakukan di Sungai Batang Kuantan. Sungai Batang Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu dan Kecamatan Cerenti di hilir, telah digunakan sebagai jalur pelayaran jalur sejak awal abad ke-17. Dan, di sungai ini pulalah perlombaan pacu jalur pertama kali dilakukan. Sedangkan, arena lomba pacu jalur bentuknya mengikuti aliran Sungai Batang Kuantan, dengan panjang lintasan sekitar 1 km yang ditandai dengan tiga tiang pancang(biasanya ada 6 pancang)
Peralatan Permainan
Peralatan permainan dalam pacu jalur adalah, jalur yang dibuat dari batang kayu utuh, tanpa dibelah-belah, dipotong-potong atau disambung-sambung. Panjang jalur antara 25--30 meter, dengan lebar ruang bagian tengah 11,25 meter. Bagian-bagian jalur terdiri atas: (1) luan (haluan); (2) talingo (telinga depan); (3) panggar (tempat duduk); (4) pornik (lambung); (5) ruang timbo (tempat menimba air); (6) talingo belakang; (7) kamudi (tempat pengemudi); (8) lambai-lambai/selembayung (pegangan tukan onjoai); (9) pandaro (bibit jalur); (10) ular-ular (tempat duduk pedayung); (11) selembayung (ujung jalur berukir); dan (13) panimbo (gayung air). Masing-masing pemain diberi satu dayung.
Bagian selembayung dan pinggir badan jalur biasanya berukir dan diberi warna semarak. Motifnya bermacam-macam seperti: geometris, ombak, burung dan bahkan pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai nama seperti: pendekar bungsu, sarunai potang lenggang melayu, ngiang kuantan cahayo nagori, Gajah Tunggal bukik tigo, Rawang Udang, Kibasan Nago Liar, Singa Kuantan, pendekar hulu bukik tabandang, panglimo sati dan lain-lain. Tujuan dari pengukiran, pewarnaan dan pemberian nama pada setiap jalur tersebut adalah agar dapat “tampil beda” dari yang lain. Dan juga dinilai jalur mana yg ukirannya paling bagus dan tentu saja mendapatkan penghargaan/hadiah.
Untuk dapat membuat sebuah jalur-lomba yang biasanya mewakili desa, kecamatan atau kabupaten, harus melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan banyak orang. Sebagai suatu proses, tentunya pembuatan jalur dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Berikut ini adalah tahap-tahap yang mesti dilakukan dalam pembuatan sebuah perahu yang oleh orang Kuantan Singingi disebut jalur.
Hal pertama yang dilakukan adalah menyusun rencana pembuatan jalur melalui musyawarah atau rapek kampung yang dihadiri oleh berbagai unsur seperti pemuka adat, cendekiawan, kaum ibu dan pemuda. Rapat ini biasanya dipimpin oleh seorang pemuka desa atau pemuka adat. Bila kesepakatan telah dicapai, maka kegiatan selanjutnya adalah memilih jenis kayu. Pohon yang dicari adalah banio atau kulim kuyiang yang panjangnya antara 25--30 meter dengan garis tengah antara 1½ --2 meter. Kedua jenis pohon tersebut disamping kuat, tahan air, juga dipercayai ada “penunggunya”. Setelah pohon yang memenuhi persyaratan ditentukan, maka penebangan pun dilakukan. Akan tetapi, sebelumnya diadakan semacam upacara persembahan kepada “penunggu” pohon agar pohon itu tidak hilang secara gaib.
Kayu yang sudah disemah oleh pawang, selanjutnya ditebang dengan kapak dan beliung. Setelah itu, kayu dipotong ujungnya menurut ukuran tertentu sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat. Setelah dipotong kedua ujungnya, kemudian kayu dikupas kulitnya dan diukir pada bagian haluan, telinga, dan lambung. Apabila jalur sudah terbentuk, maka langkah berikutnya adalah meratakan bagian depan, yaitu; bagian atas kayu yang memanjang dari pangkal sampai ke ujung. Kemudian disusul dengan tahap melubangi dan menghaluskan bagian dalam kayu dengan ketebalan tertentu. Selanjutnya menggaliak atau membalikkan dan menelungkupkan kembali jalur untuk dibentuk dan dihaluskan. Pekerjaan ini memerlukan perhitungan cermat sebab harus selalu menjaga ketebalan jalur agar dapat seimbang ketika berada di air. Cara mengukurnya antara lain dengan membuat lubang-lubang kakok atau bor yang kemudian ditutup lagi dengan semacam pasak. Setelah terbentuk, maka jalur dibalikkan kembali dan kemudian dilanjutkan dengan proses terakhir yaitu membuat haluan dan kemudi. Apabila haluan dan kemudi telah terbentuk, maka jalur akan dibawa ke kampung untuk didiang(diasapi) dan disertai dengan upacara maelo jalur.
Asal Usul dan Perkembangan
Kuantan Singingi adalah sebuah daerah yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Riau. Daerahnya banyak memiliki sungai. Kondisi geografis yang demikian, pada gilirannya membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan jalur1 sebagai alat transportasi Kemudian, muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya. Selain itu, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri). Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu. Perkembangan selanjutnya (kurang lebih 100 tahun kemudian), jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi dan simbol status sosial seseorang, tetapi diadu kecepatannya melalui sebuah lomba. Dan, lomba itu oleh masyarakat stempat disebut sebagai “pacu jalur”.
Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau Tahun Baru 1 Muharam. Ketika itu setiap perlombaan tidak selalu diikuti dengan pemberian hadiah. Artinya, ada kampung yang menyediakan hadiah dan ada yang tidak menyediakannya. Lomba yang tidak menyediakan hadiah diakhiri dengan acara makan bersama. Adapun jenis makanannya adalah makanan tradisional setempat, seperti: konji, godok, lopek, paniaram, lida kambing, dll. Sedangkan, lomba yang berhadiah. Juara I memperoleh ukuran yang besar/banyak dan juara IV memperoleh ukuran yang kecil(smakin rendah turun peringkatnya smakin rendah/sedikit pula hadiahnya). Hadiah dapat berupa hewan ternak (sapi, kerbau, atau kambing).
Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan pacu jalur dalam merayakan
Pacu jalur hanya dilakukan oleh para laki-laki yang berusia antara 15--40 tahun secara beregu. Setiap regu jumlah anggotanya antara 40--60 orang (bergantung dari ukuran jalur). Anggota sebuah jalur disebut anak pacu, terdiri atas: tukang kayuah, tukang palopah yg ada di tengah/badan jalur(komandan, pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru kemudi), tukang onjai (pemberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badan) dan tukang tari/luan yang membantu tukang onjai memberi tekanan yang seimbang agar jalur berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama. Selain pemain, dalam lomba pacu jalur juga ada wasit dan juri yang bertugas mengawasi jalannya perlombaan dan menetapkan pemenang.
Tempat Permainan
Pacu jalur dilakukan di Sungai Batang Kuantan. Sungai Batang Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu dan Kecamatan Cerenti di hilir, telah digunakan sebagai jalur pelayaran jalur sejak awal abad ke-17. Dan, di sungai ini pulalah perlombaan pacu jalur pertama kali dilakukan. Sedangkan, arena lomba pacu jalur bentuknya mengikuti aliran Sungai Batang Kuantan, dengan panjang lintasan sekitar 1 km yang ditandai dengan tiga tiang pancang(biasanya ada 6 pancang)
Peralatan Permainan
Peralatan permainan dalam pacu jalur adalah, jalur yang dibuat dari batang kayu utuh, tanpa dibelah-belah, dipotong-potong atau disambung-sambung. Panjang jalur antara 25--30 meter, dengan lebar ruang bagian tengah 11,25 meter. Bagian-bagian jalur terdiri atas: (1) luan (haluan); (2) talingo (telinga depan); (3) panggar (tempat duduk); (4) pornik (lambung); (5) ruang timbo (tempat menimba air); (6) talingo belakang; (7) kamudi (tempat pengemudi); (8) lambai-lambai/selembayung (pegangan tukan onjoai); (9) pandaro (bibit jalur); (10) ular-ular (tempat duduk pedayung); (11) selembayung (ujung jalur berukir); dan (13) panimbo (gayung air). Masing-masing pemain diberi satu dayung.
Bagian selembayung dan pinggir badan jalur biasanya berukir dan diberi warna semarak. Motifnya bermacam-macam seperti: geometris, ombak, burung dan bahkan pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai nama seperti: pendekar bungsu, sarunai potang lenggang melayu, ngiang kuantan cahayo nagori, Gajah Tunggal bukik tigo, Rawang Udang, Kibasan Nago Liar, Singa Kuantan, pendekar hulu bukik tabandang, panglimo sati dan lain-lain. Tujuan dari pengukiran, pewarnaan dan pemberian nama pada setiap jalur tersebut adalah agar dapat “tampil beda” dari yang lain. Dan juga dinilai jalur mana yg ukirannya paling bagus dan tentu saja mendapatkan penghargaan/hadiah.
Untuk dapat membuat sebuah jalur-lomba yang biasanya mewakili desa, kecamatan atau kabupaten, harus melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan banyak orang. Sebagai suatu proses, tentunya pembuatan jalur dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Berikut ini adalah tahap-tahap yang mesti dilakukan dalam pembuatan sebuah perahu yang oleh orang Kuantan Singingi disebut jalur.
Hal pertama yang dilakukan adalah menyusun rencana pembuatan jalur melalui musyawarah atau rapek kampung yang dihadiri oleh berbagai unsur seperti pemuka adat, cendekiawan, kaum ibu dan pemuda. Rapat ini biasanya dipimpin oleh seorang pemuka desa atau pemuka adat. Bila kesepakatan telah dicapai, maka kegiatan selanjutnya adalah memilih jenis kayu. Pohon yang dicari adalah banio atau kulim kuyiang yang panjangnya antara 25--30 meter dengan garis tengah antara 1½ --2 meter. Kedua jenis pohon tersebut disamping kuat, tahan air, juga dipercayai ada “penunggunya”. Setelah pohon yang memenuhi persyaratan ditentukan, maka penebangan pun dilakukan. Akan tetapi, sebelumnya diadakan semacam upacara persembahan kepada “penunggu” pohon agar pohon itu tidak hilang secara gaib.
Kayu yang sudah disemah oleh pawang, selanjutnya ditebang dengan kapak dan beliung. Setelah itu, kayu dipotong ujungnya menurut ukuran tertentu sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat. Setelah dipotong kedua ujungnya, kemudian kayu dikupas kulitnya dan diukir pada bagian haluan, telinga, dan lambung. Apabila jalur sudah terbentuk, maka langkah berikutnya adalah meratakan bagian depan, yaitu; bagian atas kayu yang memanjang dari pangkal sampai ke ujung. Kemudian disusul dengan tahap melubangi dan menghaluskan bagian dalam kayu dengan ketebalan tertentu. Selanjutnya menggaliak atau membalikkan dan menelungkupkan kembali jalur untuk dibentuk dan dihaluskan. Pekerjaan ini memerlukan perhitungan cermat sebab harus selalu menjaga ketebalan jalur agar dapat seimbang ketika berada di air. Cara mengukurnya antara lain dengan membuat lubang-lubang kakok atau bor yang kemudian ditutup lagi dengan semacam pasak. Setelah terbentuk, maka jalur dibalikkan kembali dan kemudian dilanjutkan dengan proses terakhir yaitu membuat haluan dan kemudi. Apabila haluan dan kemudi telah terbentuk, maka jalur akan dibawa ke kampung untuk didiang(diasapi) dan disertai dengan upacara maelo jalur.
Aturan Permainan
Pacu jalur dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: (1) pacu antar banjar atau dusun; (2) pacu antardesa atau kelurahan; dan (3) pacu antar kecamatan yang ada di wilayah Kuantan Sengingi. Aturan dalam ketiga tingkatan perlombaan pacu jalur tersebut tergolong mudah, yaitu regu jalur yang dapat mencapai garis finish terlebih dahulu dari regu lain, dinyatakan sebagai pemenangnya. Pertandingan pacu jalur biasanya dilakukan dengan dua sistem yaitu: setengah kompetisi dan sistem gugur untuk menentukan pemenang pertama hingga keempat dan sepuluh besar.
Jalannya Permainan
Perlombaan, baik antardusun, antardesa, maupun antarkecamatan, diawali dengan membunyikan meriam. Meriam digunakan karena apabila memakai peluit tidak akan terdengar oleh peserta lomba, mengingat luasnya arena pacu dan banyaknya penonton yang menyaksikan perlombaan. Pada dentuman pertama jalur-jalur yang telah ditentukan urutannya akan berjejer di garis start dengan anggota setiap regu telah berada di dalam jalur. Pada dentuman kedua, mereka akan berada dalam posisi siap (berjaga-jaga) untuk mengayuh dayung. Dan, setelah wasit membunyikan meriam untuk yang ketika kalinya, maka setiap regu akan bergegas mendayung melalui jalur lintasan yang telah ditentukan. Sebagai catatan, ukuran dan kapasitas jalur serta jumlah anak pacunya (peserta) dalam lomba ini tidak dipersoalkan, karena ada anggapan bahwa penentu kemenangan sebuah jalur lebih banyak ditentukan dari kekuatan magis yang ada pada kayu yang dijadikan jalur dan kekuatan kesaktian sang pawang dalam “mengendalikan” jalur.
Nilai Budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam pacu jalur adalah: kerja keras, ketangkasan, keuletan, kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar jalurnya dapat mendahului jalur regu lain. Nilai ketangkasan dan keuletan tercermin dari teknik-teknik yang dilakukan oleh anggota sebuah regu dalam menjalankan jalur agar dapat melaju dengan cepat dan tidak tenggelam. Nilai kerja sama tercermin dari anggota regu yang berusaha bersama-sama mengendalikan jalur agar dapat melaju cepat dan memenangkan perlombaan. Nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
Pacu jalur adalah olahraga tradisional yang sudah membumi di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing - RIAU) sekitar 150 km dari kota Pekanbaru.
biasanya pelaksanaannya Event ini selalu diadakan setiap tahun pada bulan agustus. Namun karena bulan puasa semakin bertambahnya tahun semakin kebelakang maka pelaksanaan pacu jalur pun dimajukan tp “menurut saya event ini tidak akan beranjak pelaksanaanya Tanggal pelaksanaannya dari bulan juli atau agustus’’ Acara ini tidak hanya dimeriahkan oleh lomba pacu jalur pada siang hari saja,namun masih banyak hiburan yang juga ikut menyemarakkan event nasional ini bahkan hingga tengah malam kota teluk kuantan boleh dikatakan masih ramai.biasanya pengunjung atau penonton tidak hanya datang dari kab.kuansing saja namun juga dari kabupaten dan kota yang ada di sumatera, ada juga yang dari pulau jawa dan dari Negara tetangga juga ikut ambil bagian dalam perlombaan tradisional ini seperti Malaysia.
Kegiatan-kegiatannya antara lain adalah :
a) Membuat Jalur
membuat jalur memerlukan beberapa orang yang ahli dengan bantuan masyarakat, karena jalur yang dibuat adalah dalam ukuran besar, panjangnya 25-30 meter yang akan didayung oleh 50-60 orang.
Pekerjaan yang pertama sekali dilakukan adalah mencari bahan, yakni pohon kayu besar sekitar 45 meter lingkaran batangnya diatur oleh seorang Paktuo dan Dukun Kayu bisa dikatakan pawang, Setelah kayu didapat, pekerjaan berikutnya adalah acara menebang kayu yang diawali dengan membaca doa dan mantra supaya pekerjaan itu berjalan lancar. Selesai itu barulah kayu mulai dicatuk/ditebas, Catukan (kepingan kayu) diambil dan disimpan yang akan dipergunakan sebagai obat jika ada diantara pekerja pembuat jalur sakit. Setelah kayu ditebang dan dibersihkan, barulah pekerjaan membuat jalur dimulai.
Pacu jalur dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: (1) pacu antar banjar atau dusun; (2) pacu antardesa atau kelurahan; dan (3) pacu antar kecamatan yang ada di wilayah Kuantan Sengingi. Aturan dalam ketiga tingkatan perlombaan pacu jalur tersebut tergolong mudah, yaitu regu jalur yang dapat mencapai garis finish terlebih dahulu dari regu lain, dinyatakan sebagai pemenangnya. Pertandingan pacu jalur biasanya dilakukan dengan dua sistem yaitu: setengah kompetisi dan sistem gugur untuk menentukan pemenang pertama hingga keempat dan sepuluh besar.
Jalannya Permainan
Perlombaan, baik antardusun, antardesa, maupun antarkecamatan, diawali dengan membunyikan meriam. Meriam digunakan karena apabila memakai peluit tidak akan terdengar oleh peserta lomba, mengingat luasnya arena pacu dan banyaknya penonton yang menyaksikan perlombaan. Pada dentuman pertama jalur-jalur yang telah ditentukan urutannya akan berjejer di garis start dengan anggota setiap regu telah berada di dalam jalur. Pada dentuman kedua, mereka akan berada dalam posisi siap (berjaga-jaga) untuk mengayuh dayung. Dan, setelah wasit membunyikan meriam untuk yang ketika kalinya, maka setiap regu akan bergegas mendayung melalui jalur lintasan yang telah ditentukan. Sebagai catatan, ukuran dan kapasitas jalur serta jumlah anak pacunya (peserta) dalam lomba ini tidak dipersoalkan, karena ada anggapan bahwa penentu kemenangan sebuah jalur lebih banyak ditentukan dari kekuatan magis yang ada pada kayu yang dijadikan jalur dan kekuatan kesaktian sang pawang dalam “mengendalikan” jalur.
Nilai Budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam pacu jalur adalah: kerja keras, ketangkasan, keuletan, kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar jalurnya dapat mendahului jalur regu lain. Nilai ketangkasan dan keuletan tercermin dari teknik-teknik yang dilakukan oleh anggota sebuah regu dalam menjalankan jalur agar dapat melaju dengan cepat dan tidak tenggelam. Nilai kerja sama tercermin dari anggota regu yang berusaha bersama-sama mengendalikan jalur agar dapat melaju cepat dan memenangkan perlombaan. Nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
Pacu jalur adalah olahraga tradisional yang sudah membumi di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing - RIAU) sekitar 150 km dari kota Pekanbaru.
biasanya pelaksanaannya Event ini selalu diadakan setiap tahun pada bulan agustus. Namun karena bulan puasa semakin bertambahnya tahun semakin kebelakang maka pelaksanaan pacu jalur pun dimajukan tp “menurut saya event ini tidak akan beranjak pelaksanaanya Tanggal pelaksanaannya dari bulan juli atau agustus’’ Acara ini tidak hanya dimeriahkan oleh lomba pacu jalur pada siang hari saja,namun masih banyak hiburan yang juga ikut menyemarakkan event nasional ini bahkan hingga tengah malam kota teluk kuantan boleh dikatakan masih ramai.biasanya pengunjung atau penonton tidak hanya datang dari kab.kuansing saja namun juga dari kabupaten dan kota yang ada di sumatera, ada juga yang dari pulau jawa dan dari Negara tetangga juga ikut ambil bagian dalam perlombaan tradisional ini seperti Malaysia.
Kegiatan-kegiatannya antara lain adalah :
a) Membuat Jalur
membuat jalur memerlukan beberapa orang yang ahli dengan bantuan masyarakat, karena jalur yang dibuat adalah dalam ukuran besar, panjangnya 25-30 meter yang akan didayung oleh 50-60 orang.
Pekerjaan yang pertama sekali dilakukan adalah mencari bahan, yakni pohon kayu besar sekitar 45 meter lingkaran batangnya diatur oleh seorang Paktuo dan Dukun Kayu bisa dikatakan pawang, Setelah kayu didapat, pekerjaan berikutnya adalah acara menebang kayu yang diawali dengan membaca doa dan mantra supaya pekerjaan itu berjalan lancar. Selesai itu barulah kayu mulai dicatuk/ditebas, Catukan (kepingan kayu) diambil dan disimpan yang akan dipergunakan sebagai obat jika ada diantara pekerja pembuat jalur sakit. Setelah kayu ditebang dan dibersihkan, barulah pekerjaan membuat jalur dimulai.
b)Menarik Jalur
Jalur baru siap separuhnya itu ditarik ke kampung yang disebut menarik jalur. Jalur ditarik dengan mempergunakan rotan manau. Pekerjaan menarik jalur ini dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan wanitanya menyediakan makanan.
c) Mendiang Jalur
Setelah jalur selesai dirancang tapi belum dimodif/di beri ukiran-ukiran. Jalur didiang terlebih dahulu (dipanaskan dengan api). Pekerjaan itupun dilakukan dengan upacara khusus pula dan dimeriahkan dengan berbagai atraksi kesenian masyarakatnya seperti : tari-tarian/randai, bekayat/nandong, dan lain sebagainya.
d) Menurunkan Jalur
Dalam menghadapi acara Pacu Jalur, diatur dulu dan mempersiapkan segala kelengkapannya termasuk menentukan orang-orang yang turut berpacu di dalam jalur itu. Setelah semuanya siap, ditentukanlah ketika yang baik untuk menurunkan jalur itu ke sungai Kuantan. Pada hari dan ketika yang baik menurut dukun, jalurpun diturunkan beramai-ramai, kemudian diceburkan ke air.
e) Pacu Jalur
Pacu Jalur dipusatkan di Taluk Kuantan. Sebelum pembukaan di Taluk Kuantan, terlebih dahulu diadakan pula pacu antar desa dan kecamatan tertentu yang menyelenggarakannya. Dalam berpacu jalur, panduan rute yang harus dilalui oleh peserta pacuan adalah di tengah sungai diberi tanda berupa pancang sebagai pemisah lajur.
sekian pengetahuan saya mengenai/tentang pacu jalur lebih dan kurang saya mohon maaf,,
wasslammualaikum,, wr.wb. terima kasih.....
Jalur baru siap separuhnya itu ditarik ke kampung yang disebut menarik jalur. Jalur ditarik dengan mempergunakan rotan manau. Pekerjaan menarik jalur ini dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan wanitanya menyediakan makanan.
c) Mendiang Jalur
Setelah jalur selesai dirancang tapi belum dimodif/di beri ukiran-ukiran. Jalur didiang terlebih dahulu (dipanaskan dengan api). Pekerjaan itupun dilakukan dengan upacara khusus pula dan dimeriahkan dengan berbagai atraksi kesenian masyarakatnya seperti : tari-tarian/randai, bekayat/nandong, dan lain sebagainya.
d) Menurunkan Jalur
Dalam menghadapi acara Pacu Jalur, diatur dulu dan mempersiapkan segala kelengkapannya termasuk menentukan orang-orang yang turut berpacu di dalam jalur itu. Setelah semuanya siap, ditentukanlah ketika yang baik untuk menurunkan jalur itu ke sungai Kuantan. Pada hari dan ketika yang baik menurut dukun, jalurpun diturunkan beramai-ramai, kemudian diceburkan ke air.
e) Pacu Jalur
Pacu Jalur dipusatkan di Taluk Kuantan. Sebelum pembukaan di Taluk Kuantan, terlebih dahulu diadakan pula pacu antar desa dan kecamatan tertentu yang menyelenggarakannya. Dalam berpacu jalur, panduan rute yang harus dilalui oleh peserta pacuan adalah di tengah sungai diberi tanda berupa pancang sebagai pemisah lajur.
sekian pengetahuan saya mengenai/tentang pacu jalur lebih dan kurang saya mohon maaf,,
wasslammualaikum,, wr.wb. terima kasih.....